Senin, 17/06/2024 - 18:32 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

EDUKASI
EDUKASI

Pendidikan Dinilai Mampu Jadi Sarana Memperkuat Kerukunan

JAKARTA — Bangun kesadaran setiap anak bangsa agar mampu membangun pemahaman bersama terhadap berbagai bentuk perbedaan lewat sejumlah upaya di sektor pendidikan. 

ADVERTISEMENTS
Selamat Hari Raya Idul Adha 1445 H dari Bank Aceh Syariah

“Dalam dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara, alih-alih menonjolkan perbedaan, yang paling penting untuk diimplementasikan adalah persamaan sebagai anak bangsa Indonesia,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam sambutan tertulisnya pada diskusi daring bertema Peran Pendidikan Melawan Intoleransi dan Mengawal Kebhinnekaan yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, dalam keterangan persnya, Rabu (1/3). 

ADVERTISEMENTS
Selamat & Sukses atas Dilantiknya Daddi Peryoga sebagai Kepala OJK Provinsi Aceh

Diskusi yang dimoderatori Dr. Irwansyah (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Julians Andarsa, S.H., LLM. (Kepala Bagian Pengolahan Laporan Pengawasan Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek RI), Putu Elvina (Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM) dan Halili Hasan (Direktur Riset Setara Institute) sebagai narasumber. 

ADVERTISEMENTS
Menuju Haji Mabrur dengan Tabungan Sahara Bank Aceh Syariah

Selain itu hadir pula Ahmad Baidhowi AR (Direktur Eksekutif Yayasan Sukma Bangsa) sebagai penanggap. 

ADVERTISEMENTS
ActionLink Hadir Lebih dekat dengan Anda

Menurut Lestari, salah satu wadah untuk membangun kesadaran bersama setiap anak bangsa terkait pemahaman kebhinekaan adalah lewat upaya di sektor pendidikan. 

ADVERTISEMENTS
Selamat & Sukses kepada Pemerintah Aceh

Mengutip Ki Hajar Dewantara, tambah Rerie sapaan akrab Lestari, selain pengetahuan akademis, pendidikan harus mengajarkan nilai-nilai universal, seperti toleransi, keadilan, dan persamaan, serta mencakup pengembangan karakter dan etika.

ADVERTISEMENTS
Selamat Menunaikan Ibadah Haji bagi Para Calon Jamaah Haji Provinsi Aceh

Sehingga, ujar Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, sektor pendidikan juga mampu menjadi sarana untuk memperkuat kerukunan dan toleransi antar-agama di Indonesia.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat & Sukses atas Pelantikan Pejabat di Pemerintah Aceh

Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu mendorong agar pendidikan menjadi wadah untuk menanamkan nilai kebangsaan sejak dini bersumber dari konsensus kebangsaan yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika. “Kita bangun kesadaran bersama untuk berbenah, mencegah kasus-kasus intoleransi kembali terjadi,” tegasnya. 

ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS
Selamat Memperingati Hari Kelahiran Pancasila 1 Juni 2024
Berita Lainnya:
Nadiem Jelaskan Prinsip UKT Berjenjang: yang Mampu Bayar Lebih

Kepala Bagian Pengolahan Laporan Pengawasan Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek RI, Julians Andarsa mengungkapkan intoleransi merupakan hal yang menarik untuk dibicarakan saat ini, tetapi sedikit sekali yang bicara. 

ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS
Selamat dan Sukses kepada Pemerintah Aceh atas Capai WTP BPK

Bahkan, ujar Julians, intoleransi tercatat sebagai satu dari tiga dosa besar di lingkungan pendidikan, selain perundungan dan kekerasan seksual. 

ADVERTISEMENTS
Top Up Pengcardmu Dimanapun dan Kapanpun mudah dengan Aplikasi Action

Julians menilai perlu upaya pencegahan agar tidak terjadi tiga dosa besar di lingkungan pendidikan tersebut. 

ADVERTISEMENTS
Bayar Jalan tol dengan Pencard

Dia berharap kolaborasi semua pihak mampu mewujudkan kesetaraan dan keadilan dalam keberagaman pada proses pendidikan. 

Menurut Julians, empat keterampilan yang harus ditanamkan kepada peserta didik saat ini adalah kreativitas, komunikasi, berpikir kritis, dan kolaborasi.

Dengan empat keterampilan itu, tegasnya, diharapkan peserta didik mampu memahami keberagaman yang ada dan membangun sikap toleransi dalam keseharian. 

Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM, Putu Elvina berpendapat membangun toleransi merupakan langkah untuk memperkaya kebhinekaan. 

Apalagi, ujar Putu, survei BPS pada 2010 tercatat Indonesia terdiri dari enam agama, 1.128 suku dan 633 kelompok suku besar, sehingga BPS menilai Indonesia sangat heterogen dari sisi etnis. 

Berdasarkan catatan itu, tambah Putu, negara dan masyarakat kita membutuhkan kemampuan yang baik untuk mengelola keberagaman. Karena, tegasnya, bila negara tidak mampu mengelola keberagaman yang ada akan berisiko besar muncul banyak friksi. 

Komnas HAM, ujar Putu, merekomendasikan adanya regulasi dan kurikulum yang konkret dan aplikatif. Selain itu, visi yang baik terkait pendidikan karakter sejak dini dan memperkuat edukasi diseminasi toleransi lewat kolaborasi. 

Berita Lainnya:
Nadiem Sebut Pembahasan Student Loan Melibatkan Kemenkeu

Tidak kalah penting, tegasnya, role model di masyarakat dalam proses membangun toleransi di tengah keberagaman. 

Direktur Riset Setara Institute, Halili Hasan mengungkapkan benih-benih intoleransi sudah ada sejak di bangku sekolah. 

Berdasarkan riset Setara terhadap pelajar SMA Negeri pada 2016, ujar Halili, tercatat ada 35,7% pelajar terindikasi intoleran aktif dan 2,4% intoleran pasif. Menurut Halili, temuan tersebut sangat mengkhawatirkan. 

Pada kesempatan itu, Halili merekomendasikan agar Kemendikbud Ristek melakukan diseminasi mahasiswa dan pelajar lewat revitalisasi forum akademik, perbanyak ruang perjumpaan dan pembudayaan tradisi dan kearifan lokal. 

 

Selain itu, tambahnya, penting juga membangun sinergi kampus, orang tua dan mahasiswa. 

Mencegah kampus dan sekolah menjadi enabling enviroment bagi berkembangnya paham dan gerakan keagamaan yang intoleran, eksklusif, ekstrem dan kekerasan. 

Dan yang tidak kalah penting, tegas Halili, mewujudkan tata kelola organisasi mahasiswa yang inkulsif dan menerapkan inklusivitas serta meritokrasi dalam rekrutmen guru. 

Direktur Eksekutif Yayasan Sukma Bangsa, Ahmad Baidhowi AR berpendapat catatan dari survei Setara Institute tersebut semakin menguatkan problem intoleransi bukanlah masalah yang sederhana. 

Menurut Baidhowi benih-benih diskriminasi dan intoleransi sudah ada sejak anak duduk di bangku SD, bahkan PAUD, lewat perilaku para tenaga pengajar yang terbiasa memberi labeling pada siswa. 

Selain itu, tambah dia, dosa besar pada lingkungan pendidikan sebenarnya sangat terkait pada bagaimana manajemen sekolah dalam mengelola keuangan sekolah. 

“Lihat rancangan anggaran pendapatan dan belanja sekolah (RAPBS)-nya itu sumber diskriminasi,” ujar Baidhowi. 

Baidhowi menyarankan agar sekolah memiliki statuta spesifik berdasarkan visi sekolah yang telah ditetapkan, sehingga sekolah bisa dioperasikan sesuai tujuan bersama.

sumber : Antara

ADVERTISEMENTS
x
ADVERTISEMENTS
1 2

Reaksi & Komentar

وَكَانَ لَهُ ثَمَرٌ فَقَالَ لِصَاحِبِهِ وَهُوَ يُحَاوِرُهُ أَنَا أَكْثَرُ مِنكَ مَالًا وَأَعَزُّ نَفَرًا الكهف [34] Listen
And he had fruit, so he said to his companion while he was conversing with him, "I am greater than you in wealth and mightier in [numbers of] men." Al-Kahf ( The Cave ) [34] Listen

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi